Teknologi Menurunkan Residu Pestisida di Lahan Pertanian

Dewasa ini pestisida sudah menjadi mentalitas petani, artinya ada atau tidak ada OPT di lapangan pestisida tetap digunakan. Ketika berjumpa dengan sekelompok orang petani yang sedang berkumpul istirahat saya mengajukan pertanyaan, berapa kali menyemprot pestisida dalam satu musim tanam padi?. Jawabnya beragam ada yang menjawab 4 kali, ada yang menjawab 3 kali dan bahkan ada yang menjawab 7 kali. Ketika pertanyaan saya ajukan kepada petani sayuran kacang panjang, jawabnnya sangat mengejutkan karena rata-rata mereka menjawab lebih dari 25 kali. Tentunya mereka memiliki alasan masing-masing terkait dengan penggunaan pestisida, namun gambaran tersebut setidaknya  mengingatkan kita betapa tingginya penggunan pestisida di tingkat petani.

Penggunan pestisida kimia merupakan sarana pengendalian OPT yang paling banyak digunakan oleh petani di Indonesia (95,29%) karena dianggap efektif, mudah digunakan dan secara ekonomi menguntungkan.Penggunaan pestisida yaang demikian dipastikan dapat mencemari lingkungan dan pada gilirannya dapat meninggalkan residu pestisida pada produk pertanian. Di lingkungan residu pestisida dapat mematikan makro dan mikro organisme serta menrusak keseimbangan alam. Sedangkan pada produk pertanian residu pestisida dapat mengganggu kesehatan manusia, seperti menurunnya sistem imun, gangguan fungsi ginjal dan hati, memacu pertumbuhan kanker, dan gangguan fungsi kerja syaraf.

Mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh residu pestisida diperlukan teknologi yang dapat menurunkan sehingga konsentrasinya tidak berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Keberadaan cemaran residu pestisida di lingkungan dapat diturunkan dengan berbagai teknologi, seperti penggunaan arang aktif dan  penggunaan mikroba. Hasil penelitian Balai Penelitian Lingkungan Pertaniian, telah diperoleh teknologi yang dapat menurunkan residu pestisida di lingkungan:

1. Teknologi penggunaan arang aktif
Arang aktif (AA) dapat dibuat dari limbah pertanian seperti sekam padi, tongkol jagung, tempurung kelapa, dan cangkang /tempurung kelapa sawit yang berfungsi untuk menurunkan residu pestisida. Aplikasinya dapat dilakukan secara langsung ke tanah ataupun diformulasikan dengan pupuk urea sebagai pelapis (coating). AA sebagai pelapis urea selain dapat meningkatkan efisiensi nitrogen dari pupuk urea juga dapat berfungsi sebagai rumah dan sumber karbon bagi mikroba pendegradasi pestisida.

2. Penggunaan bahan organik (BO)
Penggunaan BO limbah pertanian seperti pupuk kandang (pukan) sapi dan ayam telah digunakan sejak lama terutama pada lahan sayuran dan lahan sawah tadah hujan. Sejak diberlakukannya subsidi pupuk organik, kedua pupuk ini semakin populer sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik pril dengan berbagai merk dagang.  Pemberian BO berupa pukan dan pril dapat menurunkan residu senyawa POPs, dan penambahan mikroba pada BO dapat meningkatkan persentase penurunan residu senyawa POPs. Pukan ayam + mikroba dapat menurunkan residu DDT sampai 81,6% ; sedangkan pemberian petroganik + mikroba dapat menurunkan residu heptaklor sampai 91,57%.

(Sumber: http://balingtan.litbang.deptan.go.id)

Share this :

Previous
Next Post »